Waktu

Rabu, 14 Desember 2011

Ketika Wanita Memimpin

Oleh: Alfath Beriyan"Vena"


http://static.arrahmah.com/images/stories/Amina-gelo_siah.jpg

Masya Allah, kiamat benar-benar sudah dekat. Ada-ada saja yang dilakukan manusia sampai nyeleneh. Masih ingat Amina Wadud? Itu tuh, wanita liberal yang menciptakan sensasi pada 2005 dengan menjadi imam shalat Jumat di gereja Katedral di AS. Yang nyeleneh lagi, makmum yang ikut-ikutan shalat di belakangnya tidak hanya kaum perempuan, tapi banyak juga yang laki-laki. Tentu saja ibadah shalat dengan makmum campur-aduk alias gado-gado ini menimbulkan kecaman dunia Islam.
Tak cukup sampai di situ, tiga tahun kemudian, tokoh kebanggaan kaum liberal yang juga profesor studi Islam di Virginia Commonwealth University yang bernama Amina Wadud, kembali berulah sebagai imam shalat Jumat di Anglikan the Synod House of Cathedral of St John thi devine di New York, Inggris pada 2008. Pelaksanaan sholat jumat yang diikuti oleh sekitar 100 jemaah ini, bukan hanya diikuti oleh jemaah wanita tapi juga laki-laki, yang langsung memicu kecaman kalangan pemuka Islam. Penyelenggara sholat jumat dengan imam perempuan itu menyatakan, mereka ingin menarik perhatian masyarakat terhadap adanya perbedaan hak yang dialami kaum perempuan Muslim.
Harian Al-Messa yang terbit di Mesir menurunkan berita tentang pelaksanaan sholat jumat di New York itu di halaman depan dengan judul yang cukup keras,”Mereka mencoreng citra Islam di Amerika!,” dan menyebut Amina sebagai wanita yang tidak waras.
Seorang wanita, profesor di bidang hukum Syariah menilai tindakan Amina sudah menyalahi ajaran agama. Ia menyatakan, tubuh wanita bisa membangkitkan hawa nafsu bagi pria. Beberapa pemuka Islam lainnya mencurigai adanya konspirasi yang dilakukan AS untuk mengubah Islam tradisional menjadi agama yang sekular.
Sheikh Sayed Tantawi, Kepala Masjid Al-Azhar, Mesir menyatakan, Islam membolehkan seorang wanita menjadi imam bagi jamaah wanita lainnya, tapi bukan termasuk jamaah laki-laki yang sholat bersamanya. Kecaman keras juga disampaikan oleh Mufti Besar Arab Saudi, Abdul Aziz Al-Sheikh yang menyatakan menentang apa yang dilakukan Amina di New York, dalam khutbah jumatnya di masjid Riyadh. “Siapa saja yang membela isu ini, sama artinya sudah menyelewengkan ajaran Tuhan. Musuh-musuh Islam memanfaatkan isu-isu perempuan untuk merusak masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Studi Islam di akademi khusus wanita di Universitas Al-Azhar, Soad Soleh menilai apa yang dilakukan Amina sebagai penyelewengan ajaran agama yang diancam hukuman mati dalam Islam. “Jika dalam jamaah sholat ada laki-laki, wanita dilarang menjadi imam, jika dilakukan berarti sudah menyalahi dasar-dasar ajaran agama Islam,” tutur Saleh. Ia mengatakan, tubuh wanita bisa membangkitkan nafsu bagi kaum laki-laki oleh sebab itu, wanita seharusnya tidak menjadi imam dalam jamaah yang ada kaum lelakinya.
Lebih lanjut Saleh mengatakan, apa yang terjadi di New York adalah sebuah plot untuk melemahkan agama Islam. “Ini adalah konspirasi asing melalui organisasi-organisasi Islam sekular untuk menyebar bibit-bibit perpecahan di kalangan umat Islam. Namun Allah akan melindungi agama Islam,” ujar Saleh.
Abdul Moti Bayoumi, peneliti di Pusat Riset Islam Al-Azhar menyatakan, Amina Wadud sudah melakukan inovasi yang buruk dan menyimpang dan bertentangan dengan ajaran dan sikap Nabi Muhammad SAW. “Tidak membolehkan wanita memimpin sholat dengan jemaah yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, bukanlah diskriminasi, tapi untuk mencegah kaum laki-laki dari godaan dan nafsunya sebagai manusia ketika ia berada di belakang perempuan saat rukuk dan sujud dalam sholat,” papar Bayoumi.
Pelaksanaan sholat Jumat dengan imam perempuan di New York dan pro kontra tentang pelaksanaan sholat itu ditayangkan oleh stasiun televisi Al-Jazeera dan Al-Arabiya. Sebuah situs internet milik kelompok Islam militan menampilkan photo jemaah wanita dalam sholat itu yang tidak menutup kepalanya dengan jilbab.
Amina Wadud dipublikasikan di banyak media cetak dengan dibumbui komentar beberapa “intelektual” dan “kiai” yang dikesankan hal itu tidak bertentangan dengan syariat islam. Untuk itulah tampaknya perlu kita komentari komentar mereka tersebut agar masyarakat Islam tidak tertipu dan terperdaya syubhat mereka. Walaupun sebenarnya membutuhkan penjabaran yang panjang, namun dalam kesempatan ini kita coba menyampaikannya dengan ringkas saja. Untuk mendukung program mereka ini mereka menemukan hadits Ummu Waroqah yang di riwayatkan imam Abu Daud dalam ٍSunannya yang berbunyi:
 “Dari Ummu Waroqah bintu Abdillah bin Al Haarits, beliau menyatakan bahwa Rasulullah mengunjunginya di rumah dan mengangkat untuknya seorang muazin yang berazan untuknya dan memerintahkannya untuk mengimami keluarganya di rumah. Abdurrahman berkata, saya melihat muazinnya seorang lelaki tua.” (HR. Abu Daud Lihat Sunan Abu Daud Kitab Al Sholat Bab Imamat Al Nisaa’ hadits no. 577 dan 578)
Kata mereka lebih kuat keabsahan sanadnya, tentunya apalagi matannya. Mereka mengesankan bahwa hadits ini adalah hadits yang absah tanpa cacat lalu menjadikannya sebagai senjata menyerang ulama dan menghukum bahwa islam yang kita warisi ini adalah islam politik, dengan terlebih dahulu menyampaikan pendapat imam Abu Tsaur, Al Muzani dan Ibnu Jarir Ath Thabari yang mendukung pendapat mereka. Tentu saja dengan dibumbui komentar untuk menciptakan opini bahwa pendapat mereka ini sejajar dengan pendapat imam mazhab yang empat, dengan menyatakan: “Perlu diingatkan di sini Ibnu Jarir Ath Thobari juga seorang mujtahid besar yang kebesarannya sama dengan mazhab fikih empat lainnya.” Kemudian mereka mencoba membantah pendapat mayoritas ulama Islam yang melarang wanita menjadi imam dalam sholat dengan mengemukakan satu dalil yang lemah yaitu hadits Jabir yang berbunyi:
 “Janganlah sekali-kali perempuan mengimami laki-laki, Arab Badui mengimami Muhajir (mereka yang ikut hijrah bersama nabi ke Madinah) dan pendosa mengimami mukmin yang baik.”
Mereka menyatakan, hadits itulah sering dikemukakan di banyak tempat untuk menopang argumen yang tidak memperbolehkan perempuan mengimami laki-laki dalam sholat. Lalu bagaimana sebenarnya permasalahan ini?
Hadits yang mereka jadikan penopang argumen mereka dalam membolehkan wanita mengimami laki-laki dan menyetujui serta memuji tindakan Amina Wadud di atas, sebenarnya adalah hadits yang masih diperselisihkan keabsahannya, sebab dalam sanadnya ada perawi yang majhul (tidak jelas kredibilitasnya) yaitu Abdurrahman bin Kholaad, sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar Al Asqalaani, seorang ulama besar mazhab Syafi’iyah pengarang kitab Fathul Bari yang sangat tersohor yang meninggal tahun 852 H. Demikian juga pada riwayat yang lebih panjang dan lengkap ada dalam sanadnya Abdurrahman ini dan neneknya Al Walid bin Abdullah bin Jumai’ yang bernama Laila bintu Maalik yang juga majhul. Sehingga banyak juga yang mendhoifkannya seperti Syaikh Musthofa Al Adawi dalam Jami’ Ahkam Al Nisa, (1/244). Seandainya pun absah, sebagaimana dinyatakan Syaikh Al Albani bahwa hadits ini Hasan Lighoirihi (hadits lemah yang dikuatkan oleh jalan periwayatan lain), namun matannya pun tidak mendukung pembenaran wanita mengimami sholat Jumat di hadapan laki-laki yang banyak, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya memerintahkannya mengimami sholat di rumahnya untuk keluarga dan orang yang di rumahnya. Itu pun bisa jadi perintah itu khusus untuknya, sebab tidak disyariatkan azan dan iqomat pada wanita selain beliau, sehingga kebolehan mengimami tersebut khusus baginya karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan untuknya azan dan iqamat dan tidak untuk wanita lainnya. (Lihat Al Mughni karya Ibnu Qudamah, tahqiq Abdullah bin Abdul Muhsin At-Turki dan Abdul Fatah Al Halwu, cetakan kedua tahun 1412, penerbit Hajar, Kairo, Mesir hal. 3/ 34).
Jadi pernyataan mereka di atas sangat berlebihan, itu semua tidak lain karena hadits ini sesuai dengan hawa nafsu dan keinginan mereka, sehingga mereka katakan, Hadits ini lebih shohih daripada hadits pertama tersebut dari sisi sanad, apalagi matan.
Setelah itu mereka pun mendapatkan adanya ulama yang mendukung pendapat mereka, lalu tentu saja mereka langsung memuji-mujinya dengan berlebihan agar tampak benar dan kuat argumen mereka, sehingga mereka menyatakan bahwa “perlu diingat di sini, Ibnu Jarir At Thobari juga seorang mujtahid besar yang kebesarannya sama dengan madzhab fikih empat lainnya.” Subhanallah, satu pujian yang sangat tinggi, namun tampaknya ada sesuatu di balik pujian yang tinggi ini, yaitu agar pendapat tersebut juga diakui sebagai pendapat yang kuat. Namun sebenarnya pendapat ulama tersebut tertuju pada sholat berjamaah biasa di rumahnya, bukan untuk sholat Jumat yang tentunya berbeda, karena ada khutbah dan bilangan jamaah yang banyak.
Jadi walaupun mereka paksakan juga hal ini tetap tidak pas, apalagi bila melihat kepada pendapat mayoritas ulama yang melarang dan menyatakan tidak sahnya. Namun sayang hawa nafsu dan suguhan program persamaan gender membuat mereka berusaha mengakal-akali semua ini. Di antaranya tidak membawakan semua dalil yang digunakan mayoritas ulama memutuskan larangan tersebut dan hanya membawakan salah satunya saja, itu pun dipilihkan yang lemah, lalu serta merta menuduh para ulama yang tidak cocok dengan mereka telah menerima sedemikian rupa tanpa melakukan analisis kritis terhadap matan atau isi haditsnya. Sebagiannya menuduh dengan menyatakan, “Uniknya, sisi lemah hadits yang menyatakan bahwa perempuan tidak boleh menjadi imam itu pun tidak kita ketahui.” Padahal para ulama sejak dulu telah menjelaskannya, di antaranya Imam Al Baihaqi, Nawawi (lihat Al Majmu’ Syarhu Al Muhadzdzab 4/255) dan Ibnu Hajar (lihat At Talkhish Al Habier 2/22).
Sebenarnya bila mereka ini melakukan penelitian ilmiah tentang masalah ini dengan hati dan pikiran yang jernih, tentulah akan membawakan dalil-dalil yang shohih dan tegas yang digunakan mayoritas ulama dalam memutuskan pelarangan ini, sehingga jelas tentunya akan membuat orang yang membaca atau mendengar akan memilih pendapat yang melarang dan menyelisihi mereka. Ini tidak mereka inginkan. Tampaknya mereka berharap dengan disebutkan dalil yang lemah tersebut (hadits Jabir di atas) akan dapat membuat opini masyarakat tidak menyalahkan mereka bahkan mendukung program mereka merusak ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan agama Islam ini.
Oleh sebab itu, untuk menjelaskan permasalahan ini lebih jelas, maka kami bawakan dalil-dalil wahyu dan dalil akal serta itstimbat (pendalilan) pendapat yang melarang wanita menjadi iman laki-laki dalam sholat. Di antara dalil-dalil pendapat ini adalah:
Pertama, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
 “Barang siapa yang mengunjungi satu kaum, maka janganlah ia mengimami mereka sholat dan hendaklah seorang laki-laki dari mereka yang mengimami mereka.” (HR. Abu Daud kitab Sholat Bab Imamat Al Zaa’ir no. 596 dan At Tirmidzi dalam kitab As Sholat bab Ma Ja’a Fiman Zaara Qauman Laa Yusholli Bihim no. 356. hadits ini dishohihkan Al Albani dalam Shohih Al Tirmidzi)
Dalam hadits ini Rasululloh mengkhusukan penyebutan kata ‘Laki-laki’ dan ini menunjukkan bahwa wanita tidak punya hak dalam mengimami kaum laki-laki.
Kedua, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
 “Hendaklah yang mengimami sholat satu kaum adalah yang paling banyak hafalan Al Qur’annya, jika mereka dalam hafalan sama banyaknya, maka dahulukan orang yang paling tahu sunah Rasulullah. Jika mereka juga sama dalam sunah maka dahulukan yang lebih dahulu berhijrah dan bila sama maka dahulukan yang lebih dahulu masuk islam dan janganlah seorang laki-laki mengimami sholat seorang laki-laki lainnya di tempat kekuasaannya.” (HR. Muslim, Kitab Al Masaajid, Bab Man Ahaqqa Bil Imamah 5/172 dengan Al Minhaj Syarh Sholih Muslim bin Al Hajjaj)
Demikian juga dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan kaum laki-laki ketika berbicara tentang tingkatan hak menjadi imam dalam sholat dan tidak sama sekali memberikan bagian untuk kaum wanita mengimami laki-laki.
Ketiga, sabda Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam:
 “Tidaklah beruntung satu kaum yang mengangkat pemimpinnya seorang wanita.” (HR. Al Bukhori, Kitab Al Maghozi, Bab Kitab Al Nabi Ila Kisra wa Qaishar no. 4425)
Bila seorang wanita diangkat menjadi imam sholat, itu sam

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | GreenGeeks Review